Entri Populer

Cari Blog Ini

Laman

Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Selasa, 05 Januari 2010

TUGAS EKONOMI PEMBANGUNAN
MASALAH KETENAGAKERJAAN
NUSA TENGGARA BARAT
KAB. BIMA




DI SUSUN OLEH:
MELATI PUJIYANA INDIRAGATI
30208795
2 DD 04




UNIVERSITAS GUNADARMA
2009/2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena-Nya makalah ini bisa dilaksanakan hingga akhir langkah-langkahnya. Saya juga ucapkan terimakasih kepada Bapak Nurhadi selaku Dosen Pengantar Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini. Tidak lupa keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan semangat pada saya sehingga saya bisa terus berusaha agar makalah ini diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Saya sangat bersyukur diberikan kesempatan untuk membuat makalah tentang Ketenagakerjaan. Karena tentunya tidak mudah dalam pemerintahan khususnya di daerah Jogjakarta, dengan adanya tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia yang sangat banyak dan belum lagi yang tidak produktif ataupun kualitas tenaga kerja yang kurang terampil. Sementara lapangan persediaan untuk tenaga kerja terbatas, dan mengakibatkan ketidakseimbangan antara besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan pekerjaan dengan kesempatan kerja yang tersedia.
Untuk itu saya dalam makalah ini mengungkapkan bagaimana keadaan ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Barat khususnya di daerah Kabupaten Bima. Dan semoga pemerintah bisa lebih mengembangkan SDM yang ada sehingga produksi dalam sektor-sektor di berbagai bidang bisa berjalan dengan baik.







DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Tujuan dan Manfaat 2
BAB PEMBAHASAN
2.1. Ketenagakerjaan di Kabupaten Bima 3
2.2. Upah Tenaga Kerja di Kabupaten Bima 6
2.2.1. Penduduk yang bekerja 6
menurut upah/gaji
2.2.2. Pendapatan dari tenaga kerja 7
Luar Negeri (Remmitance)
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan 9
3.2. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10






BAB PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang
Pembangunan nasional adalah semua kegiatan untuk tercapainya pembaharuan kea rah yang lebih baik, dan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, tenaga kerja merupakan salah satu unsur penunjang yang mempunyai peran yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan.
Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 Thaun 1997 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah :
Setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Keadaan di negara-negara berkembang dewasa ini sangat berbeda dengan keadaan di negara-negara maju pada waktu mereka berada pada taraf permulaan dari pembangunan mereka. Salah satu aspek penting yang menciptakan perbedaan yang besar sekali diantara keadaan negara-negara berkembang pada masa ini dengan keadaan negara-negara maju pada waktu mereka baru mulai mengalami pembangunan, bersumber dari perbedaan cirri-ciri dari masalah penduduk yang dihadapi.
Sejak lama banyak ahli ekonomi yang telah menunjukkan tentang terdapatnya tingkat pengangguran terbuka dan tersembunyi yang sangat tinggi sekali di beberapa negara berkembang. Pengangguran musiman sering sekali lebih serius lagi keadaannya. Di samping aspek ini, sifat penting lainnya dari keadaan penduduk di negara-negara berkembang adalah terdapatnya tingkat pertambahan penduduk yang sangat pesat sekali dan menyebabkan di kebanyakan negara-negara tersebut masalah pengangguran yang dihadapi makin lama makin bertambah buruk keadaannya.
Pendapatan nasional adalah terdiri dari pendapatan atau produksi yang diperoleh dari sektor subsisten. Karena produksi batas di sektor subsisten adalah nol, maka dalam keseluruhan proses pertumbuhan ekonomi pendapatan nasional dari sektor subsisten tetap besarnya. Berarti pembangunan ekonomi yang berlaku semat-mata ditimbulkan oleh perluasan produksi sektor kapitalis dan ini menyebabkan peranannya dalam menciptakan pendapatan nasional menjadi bertambah besar apabila tingkat pembangunan bertambah tinggi. Dengan sendirinya tingkat keuntungan yang diperoleh sektor kapitalis, dinyatakan sebagai persentasi dari pendapatan nasional, akan menjadi bertambah tinggi pula pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Karena tingkat penanaman modal ditentukan oleh tingkat keuntungan. Maka ini berarti, apabila taraf perkembangan ekonomi lebih tinggi, tingkat penanaman modal akan lebih tinggi juga.
Dalam kaitannya dengan adanya keadaan ketenagakerjaan seperti ini membuat Penulis merasa tertarik menyusun makalah tentang masalah ketenagakerjaan di Nusa Tenggara Barat khususnya di Kabupaten Bima.
1.3. Perumusan Masalah
Dengan adanya penggunaan tenaga kerja, maka permasalahan yang timbul adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan penempatan tenaga kerja di Kabupaten Bima?
2. Bagaimana masyarakat dalam menghadapi ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan ketersediaan lapangan pekerjaan?
3. Apa yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi situasi seperti ini?
1.4. Tujuan dan Manfaat
• Untuk mengetahui pelaksanaan penempatan tenaga kerja di Kabupaten Bima, sehingga Perda bisa lebih memperhatikan apabila dalam pelaksanaannya belum mencapai targetnya.

• Untuk mengetahui keadaan masyarakat dalam menghadapi ketenagakerjaan di Kabupaten Bima sehingga pemerintah maupun dari masyarakat sendiri bisa belajar agar ketenagakerjaan di daerah tersebut untuk kedepannya lebih baik atau adanya peningkatan.

BAB PEMBAHASAN
2.1. Ketenagakerjaan di Kabupaten Bima
Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi daerah. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya investasi langsung (direct investment) pada sektor-sektor yang bersifat padat karya, seperti konstruksi, infrastruktur maupun industri pengolahan. Sementara pada sektor jasa, misalnya melalui perdagangan maupun pariwisata. Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja dihitung dari penduduk usia produktif (umur 15 thn–65 thn) yang masuk kategori angkatan kerja (labour force).
Kondisi di negara berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran. Angka resmi tingkat pengangguran umumnya menggunakan indikator pengangguran terbuka, yaitu jumlah angkatan kerja yang secara sungguh-sungguh, tidak bekerja sama sekali, dan sedang mencari kerja pada saat survei dilakukan. Sementara yang setengah pengangguran dan penganggur terselubung tidak dihitung dalam angka pengangguran terbuka, karena mereka masih menggunakan waktu produktifnya selama seminggu untuk bekerja meskipun tidak sampai 35 jam penuh.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja adalah 264.802 orang (BPS, 2005) atau 64,48 % dari jumlah penduduk sebesar 410.682 jiwa. Dilihat dari lokasi, sebagian besar tinggal di desa yaitu 211.681 jiwa, sedangkan di kota sebanyak 53.121 jiwa. Dari jumlah angkatan kerja tersebut yang bekerja adalah sebesar 89,01%, sedangkan sisanya 10,99% tidak bekerja atau menganggur. Dilihat aspek gender, sebagian besar yang menganggur adalah wanita (17,42%), sedangkan yang laki-laki sekitar 5,32%.
Apabila dilihat dari jumlah pencari kerja yang tercatat pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bima (2006) sebagian besar berpendidikan SMU keatas atau perguruan tinggi, yaitu sekitar 5.217 orang yang terdiri dari diploma III dan sarjana (S1).
Sempitnya lapangan kerja di Kabupaten Bima tidak terlepas dari masih rendahnya potensi ekonomi yang dimanfaatkan terutama pada sektor pertanian. Adapun penyerapan tenaga kerja yang baru lebih banyak mengandalkan sektor jasa pemerintahan melalui kebijakan pemerintah pusat mengangkat tenaga honor daerah menjadi PNS dimana selama 2005 s/d 2009 diperkirakan mencapai lebih dari 5.000 orang.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam analisis ketenagakerjaan adalah berkaitan dengan rasio beban tanggungan atau burden of dependency ratio. Yang dimaksud dengan dependency ratio adalah beban yang ditanggung oleh penduduk produktif terhadap penduduk tidak produktif. Oleh karena itu, semakin banyak penduduk produktif yang tidak bekerja, maka dengan sendirinya akan meningkatkan beban tanggungan.
Kondisi ini juga banyak ditemukan di Kabupaten Bima di mana masyarakatnya tinggal di wilayah pedesaan yang mana laki-laki muda banyak tidak bekerja demikian pula dengan wanitanya. Masalah–masalah ketenagakerjaan di Kabupaten Bima yang paling menonjol antara lain :
1. Rendahnya minat tenaga kerja untuk menciptakan lapangan kerja baru melalui kegiatan wirausaha, terutama tamatan dari sekolah kejuruan maupun SMA.
2. Kurangnya inovasi di bidang pertanian, industri dan sektor jasa dalam meningkatkan investasi padat tenaga kerja.
3. Tenaga kerja berpendidikan sarjana umumnya bekerja sebagai setengah penganggur karena memasuki bidang yang tidak sesuai dengan keahliannya dan bekerja kurang dari 36 jam per minggu.
4. Minimnya investasi dan pabrik yang dapat menampung tenaga kerja skala besar.
5. Tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, yang disebabkan oleh kualifikasi sarjana di Kabupaten Bima didominasi oleh ilmu–ilmu sosial dibandingkan ilmu–ilmu eksakta yang lebih bersifat aplikatif.
6. Hambatan budaya yang lebih memandang PNS sebagai pekerjaan prestisius, sehingga mematikan kreatifitas untuk bekerja di luar sektor jasa pemerintahan.
Dari kajian tekstual yang dilakukan KPPOD (2006) , dalam aspek kebijakan dan regulasi (Perda/SK Kepala Daerah), peta persoalan umum yang menandai distorsi kebijakan ketenagakerjaan di sejumlah daerah dalam masa pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini adalah :
1. Pelanggaran dalam hal perijinan dan pungutan terkait penggunaan tenaga kerja asing. Padahal, Perijinan (menurut Pasal 42 UU No.13 Tahun 2003) maupun pungutan (menurut Pasal 3 PP No.92 Tahun 2002) yang terkait dengan penggunaan TKA berada di pusat.
2. Pungutan yang tidak proporsional dan amat lemah dalam acuan konsiderans (sebagai dasar keputusan).
3. Diskriminasi gender (perbedaan jenis kelamin). Di sejumlah daerah ditemukan cukup banyak perda yang mengatur jam kerja lembur atau ijin kerja lembur malam bagi wanita dan mengenakan pungutan (retribusi) tertentu atasnya.
4. Proteksionisme (perlindungan berlebihan) bagi tenaga kerja lokal. Tidak hanya terjadi dalam sektor pemerintahan, dimana muncul tuntutan preferensi berlebihan bagi putera daerah untuk duduk dalam jabatan-jabatan strategis (politik dan birokrasi), gejala serupa juga terjadi dalam dunia swasta (bahkan tidak sekedar sebagai tuntutan pemerintah) terkait pemberian kesempatan kerja, dimana perusahaan wajib memberikan jatah, yang bahkan dengan patokan kuota tertentu bagi putera daerah untuk sesuatu pekerjaan dalam perusahaan tersebut.
Begitu pentingnya posisi pengaruh faktor Ketenagakerjaan di satu sisi dan banyaknya persoalan pada sisi lain menyebabkan efek serius bagi kelancaran berusaha di daerah. Semua itu menambah biaya tambahan (additional cost) dalam ongkos berbisnis (cost of doing business), baik biaya waktu (banyaknya waktu untuk bernegosiasi dengan pihak buruh dan pemda) maupun biaya material karena berbagai pungutan legal dan ilegal yang ada.
2.2. Upah Tenaga Kerja di Kabupaten Bima
Pemberian Upah tenaga kerja di Kabupaten Bima belum sepenuhya mengikuti Upah Minimum Provinsi. Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2007 ditetapkan sebesar Rp. 645.000 per bulan di mana telah diperhitungkan kebutuhan fisik minimum. Sementara dari hasil observasi di beberapa wilayah Kabupaten Bima, diperoleh informasi bahwa untuk sektor pertanian, upah per hari berkisar antara Rp. 20.000- 30.000 atau paling rendah Rp. 600.000 per bulan apabila menggunakan seluruh waktunya untuk bekerja sebagai buruh tani. Sementara untuk sektor bangunan dan konstruksi , seorang pekerja profesional yang tukang batu dibayar sekitar Rp. 40.000 ribu per hari atau Rp. 1.200.000,- per bulan. Upah untuk pekerja di sektor perdagangan, masih relatif lebih rendah yakni take home pay Rp 200-250 ribu per bulan di mana pekerja yang bersangkutan telah ditanggung kebutuhan makanan. Sedangkan untuk sektor jasa pendidikan, misalnya, masih sangat rendah yaitu sebesar Rp. 250.000 per bulan.
Kendatipun demikian, masyarakat Bima umumnya memiliki pekerjaan lain sehingga dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pada dasarnya banyak tenaga kerja yang bekerja rangkap khususnya setelah hari libur atau pulang kerja.
2.3. Penduduk yang bekerja menurut upah/gaji
Pendapatan hampir selalu dikaitkan dengan aktifitas ekonomi karena ”pendapatan/penghasilan” seseorang atau suatu rumah tangga terangsang untuk bekerja karena besar kecilnya upah atau gaji merupakan salah satu faktor yang menarik seseorang tenaga kerja untuk masuk ke dalam suatu lapangan usaha.
Di Kabupaten Bima, secara umum, upah/gaji yang diterima di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding upah/gaji yang diterima di daerah pedesaan. Demikian juga dengan upah/gaji yang diterima oleh laki-laki, lebih besar upah/gaji yang diterima perempuan. Untuk daerah perkotaan upah/gaji yang diterima laki-laki, rata-rata Rp. 640.714,29 per-bulan, sedangkan untuk daerah pedesaan upah/gaji yang diterima mencapai Rp.684.413,85. Upah/gaji perempuan berdasarkan daerah perkotaan atau pedesaan berbeda polanya dengan rata-rata upah/gaji yang diterima oleh laki-laki. Secara umum upah/gaji yang diterima oleh perempuan adalah Rp. 494.214,29. Rata–rata upah/gaji yang diterima perempuan di daerah perkotaan lebih besar dibandingkan dengan upah/gaji yang diterima di pedesaan. Upah/gaji yang diterima perempuan diperkotaan mencapai Rp. 646.500,00, sedangkan didaerah pedesaan sebesar Rp. 468.833,33.
Secara umum, upah/gaji yang diterima oleh penduduk bekerja yang berpendidikan Diploma, yakni sekitar Rp. 1.312.171,43 per bulan. Sedangkan upah/gaji terkecil diterima oleh penduduk bekerja yang tidak/belum pernah bersekolah, yakni rata-rata Rp. 183.571,43 per bulan.
Jika dirinci berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan pola gaji tertinggi pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, gaji tertinggi diterima oleh penduduk bekerja yang berpendidikan Perguruan Tinggi, yakni sekitar Rp. 1.422.000,- sementara pada perempuan, gaji tertinggi diterima penduduk yang berpendidikan Diploma, yakni sekitar Rp. 1.140.000,-. Demikian juga dengan pola gaji terendah, terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, gaji terendah diterima oleh penduduk bekerja yang tidak/belum pernah bersekolah, dengan rata-rata pendapatan perbulan mencapai Rp. 222.000,-. Sedangkan pada Perempuan, gaji terendah diterima penduduk bekerja yang tidak/belum tamat Sekolah Dasar (SD), dengan rata-rata pendapatan per bulan mencapai Rp. 42.000,-
2.4. Pendapatan dari tenaga kerja Luar Negeri (Remmitance)
Salah satu sumber pendapatan dari masyarakat adalah pendapatan yang bersumber dari tenaga kerja yang bekerja di luar negeri. Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Indonesia Mataram (2007) bahwa sebagian besar tenaga kerja di Nusa Tenggara Barat yang bekerja di luar negeri adalah berasal dari : Pulau Lombok, Kabupaten Sumbawa dan hanya sebagian kecil yang berasal dari Kabupaten Bima dan Dompu.
Rendahnya keinginan tenaga kerja dari Kabupaten Bima untuk bekerja di luar negeri antara lain dipengaruhi oleh hal- hal sebagai berikut :
• Dampak psikologis berita negatif tentang perlakuan tidak manusiawi yang seringkali menimpa sebagian TKI baik secara hukum maupun menyangkut hubungan antara pekerja dan majikan.
• Sebagian besar tenaga kerja di Kabupaten Bima berpendidikan SMA ke atas sehingga preferensi bekerja di luar negeri menjadi rendah karena lebih banyak didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan SMA ke bawah.
• Minimnya informasi tentang pekerjaan di luar negeri dan lemahnya fasilitasi oleh PJTKI maupun Balai Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (BPTKLN).
• Umumnya Tenaga kerja dari Kabupaten Bima masih mengandalkan lapangan kerja di dalam negeri seperti: wilayah Jabodetabek, Surabaya, Batam, Kalimantan.
• Sikap PJTKI yang seringkali menelantarkan tenaga kerja khususnya setelah sampai di luar negeri dan kurangnya tanggung jawab perlindungan atau kompensasi terhadap kasus yang merugikan Tenaga Kerja, seperti kasus Malaysia Timur dan beberapa negara lainnya.
Tampaknya pola penempatan TKI di luar negeri sebagaimana data yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB (2006) adalah:
- TKI Pulau Lombok berkonsentrasi di Malaysia
- TKI Kab. Sumbawa berkonsentrasi di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi
- TKI NTB menyebar di Jepang, Korea dan negara di sekitarnya.





KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
• Sempitnya lapangan kerja di Kabupaten Bima
• Masyarakat yang mengandalkan dengan sektor jasa Pemerintah
• Masih banyak penduduk yang tidak produktif
3.2. Saran
Dengan keadaan demikian membuat masyarakat harus sampai bekerja di Luar Negeri. Untuk itu sebaiknya Pemerintah Kabupaten Bima, khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam penempatan TKI di luar negeri beberapa hal berikut:
1. Pemerintah perlu memfasilitasi peningkatan Skill calon TKI baik di bidang otomotif, elektronik, budaya, bahasa dan keterampilan human relations yang dibutuhkan.
2. Kerjasama antara Pemkab, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat dan perusahaan pengarah tenaga kerja harus ditingkatkan, guna meningkatkan pengiriman tenaga kerja yang memiliki skill tinggi ke luar negeri.
3. Upaya pengiriman TKI keluar negeri harus menjadi salah satu program guna mengatasi pengangguran yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan meningkatkan koordinasi dengan kementerian tenaga kerja.
4. Program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di bawah koordinasi Disnakertrans Kabupaten Bima harus diarahkan pada kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pekerjaan di luar negeri.
5. Perlu diupayakan pembuatan situs Sistem Informasi Ketenagakerjaan yang terpadu
6. Mencegah dan/atau mengatasi praktik ”mafia” pengiriman TKI secara ilegal melalui calo.
7. Pemerintah Daerah perlu menyiapkan dana stimulan atau pinjaman tanpa bunga kepada calon TKI untuk kebutuhan awal meliputi pengurusan administrasi dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Bima Grafika.
www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar